Jadi dalam adat Jawa, salah satu proses menjelang pernikahan adalah siraman. Siraman dilaksanakan untuk menyucikan diri dan juga membuang segala kejelekan Calon Pengantin yang ada, agar calon pengantin dapat memulai hidup baru dengan hati yang bersih dan suci. Siraman dilakukan oleh 9 orang sesepuh termasuk sang Ayah. Jumlah sembilan tersebut menurut budaya Keraton Surakarta untuk mengenang keluhuran Wali Sanga, yang bermakna manunggalnya Jawa dengan Islam. Selain itu angka sembilan juga bermakna ’babahan hawa sanga’ yang harus dikendalikan.
9 orang sesepuh yang memberi siraman itu ada kriterianya sendiri, antara lain adalah :
- Harus sudah mantu (menikahkan anaknya)
- Harus monogami (tidak berpoligami atau tidak dipoligami)
- Tidak pernah bercerai
Kenapa harus ada kriteria seperti itu ? Kalau kata almarhumah Eyang sih, kan sesepuh yang memberi siraman itu kan tidak sekedar menyiram, namun (kata orang dulu) harus bisa menjadi suri tauladan calon pengantin dan juga menyalurkan kebijaksanaan serta petuah-petuah. Jadinya sesepuh yang dipilih harus yang seperti itu, dengan harapan calon pengantin yang diberi siraman bisa menghasilkan keturunan juga (punya anak dan anaknya akan besar dan menikah) dan setia terhadap pasangan sampai mati (monogami dan tidak bercerai).
Sebenarnya jika kriteria 9 orang ini tidak terpenuhi, maka boleh kurang dari 9 asalkan tetap ganjil. Biasalah yaa, orang Jawa memang hobi soal angka ganjil.. 😛 . Oh, dan satu lagi orang tua calon pengantin termasuk dalam 9 orang sesepuh ini. Biasanya saat siraman dimulai dengan Bapak calon pengantin dan dilanjutkan dengan Ibu calon pengantin baru kemudian 7 sesepuh lainnya. Jika siraman untuk calon pengantin pria, maka 7 sesepuh lainnya harus berjenis kelamin pria, dan jika siraman untuk calon pengantin wanita, maka 7 sesepuh lainnya harus berjenis kelamin wanita. Well untuk detail acara siramannya bisa dibaca disini yah.
Air siraman itu kan awalnya dicampur dari 7 sumber mata air di kediaman calon pengantin wanita. Ketika air siraman dicampur, kemudian dibagi deh air siramannya. Air siraman untuk calon pengantin pria dan air siraman untuk calon pengantin wanita. Air siraman untuk calon pengantin pria (Air Perwito Adi) akan diserahkan oleh bapak ibu CPW kepada wakil keluarga CPW (Duto Tirto) ke tempat kediaman CPP. Nah prosesi pengiriman Air Perwito Adi ke tempat CPP cukup ribet prosesinya. Dan ada percakapan yang terjadi antara Duto Tirto dengan Bapak Ibu Kedua Pengantin.
Untuk mempermudah para pemeran adat saat acara Siraman ini, rencananya aku mau mem print teks yang akan dibaca, dilaminating dan diberikan kepada para pemeran adat nanti. Softcopynya bisa di unduh disini: Teks Peranan Siraman
Ribet yah.. Namanya juga adat Jawa.. Dinikmatin sajaa.. Wong insyaAllah sekali seumur hidup. Dibuat yang ribet agar berkesan untuk selamanya. Amiiin.. 😀
sama nggi sunda juga gitu ko.. Iya alasannya jg sama kaya gitu,,, gapapa lagi seru….. kapan lagi iya ga nggi? ;D
@Lia
Becuuulll say… 🙂
just wondering, kalo ternyata si ortu cpp/cpw pernah bercerai, mereka masih termasuk orang yang boleh melakukan siraman ga ya? hehehe, sorry deh kalo pertanyaannya rada “nyeleneh”, bukan berarti gue ga ngehormatin adat ya…
@noni
Kalau orang tua sendiri sih lain kasus kali ya. Karena orang tua sendiri tentu boleh melakukan siraman, menurut gw…
Gak “nyeleneh” ko, gw juga sempet mikir kaya gitu..
iya ya… soalnya pastinya si ortu juga ga berencana untuk cerai, tapi mungkin “jalannya” gitu. semoga nanti kita2 ini tetep awet sampe maut memisahkan ya… amien 🙂