Habis nonton konser #NKOTBSB aku baru sampe rumah dan tidur jam 1 pagi. Walau begitu Sabtu paginya harus bangun dan siap-siap pagi-pagi buat persiapan Pesat 13 Jakarta Sesi I. Maklum, jadi harus tetap menjaga komitmen jadi panitia demi kelangsungan dan pelaksanaan acara yang berlangsung. Ayah juga ikut, kebetulan demi bekal selama ditinggal aku ke Boston, Ayah harus belajar lah ini itu nya tentang kesehatan si kecil. Akunya biar tenang juga soalnya 🙂
Untung acaranya di JDC, yang mana gak terlalu jauh dari rumah. Sebelum kesana nge SEVEL dulu doping kopi biar melek, abis itu baru cabcus kesana. Gak bakal cerita teknis acaranya gimana. Alhamdulillah sih lancar. Cuman pengen sharing disini tentang salah satu materi Pesat 13 Jakarta Sesi 1 kemarin. Salah satu untungnya jadi panitia kan bisa ikutan dengerin lagi topiknya. Walaupun tahun lalu udah belajar, tapi tetap ya, dengerin lagi tetap semangat belajarnya juga. Gak bosen-bosen.
Salah satu topik yang dibawain di Sesi 1 itu tentang Penggunaan Obat Secara Rasional (nama kerennya RUM: Rational Use of Medicine) dan juga tentang Antibiotika. Kebetulan sesi ini dibawain sama dr. Anto yang enak banget bawainnya. Seneng juga ngikutinnya.
Sesi dibuka dengan berbagai pertanyaan yang dilontarkan oleh dr. Anto. Seperti apa sih yang dimaksud pengobatan secara rasional? Dan kenapa sih penggunaan antibiotika jadi sangat bombastis sekarang? Kita mulai soal antibiotika ini dulu yah.
Jujur aja, dulu, keluarga aku termasuk yang salah kaprah soal antibiotika ini. Inget banget waktu kecil gampang banget yang namanya Amoxylin (eh bener gak sih ejaannya) di minum sama aku pada saat demam batpil. Dulu aku pikir minum antibiotika waktu sakit udah paling bener sedunia. Tapiii ternyataa salah kaprah ya kakak. Why? Mari saya jabarkan satu-satu disini.
Kita cerita dulu deh soal Bakteri. Pada tau kan bakteri. Nah bakteri itu pada dasarnya ada dimana-mana. Terutama di badan kita. Itu gudangnya bakteri cing. Namun tidak semua bakteri yang ada itu bakteri yang jahat. Banyak juga bakteri yang baik terutama bakteri yang ada di tubuh kita. Biasanya bakteri yang ada di tubuh kita itu adalah bakteri yang membantu sistem kekebalan tubuh kita. Jadi bakteri baik di dalam tubuh kita itu memang harus di sayang-sayang. 🙂
Nah antibiotik itu berfungsi untuk mematikan SEMUA bakteri yang ada di tubuh kita. Antibiotika itu gak pilih-pilih kalau kerja. Jadi bakteri yang baik dan jahat dimatikan semua sama dia. Persis kayak kemoterapi deh. Semua sel-sel yang ada ditubuh kita dimatikan. Baik sel yang baik ataupun yang jahat. Karena itu, penggunaan antibiotika harus diperhatikan dengan baik. Karena ini obat ampuh banget, jadi harus disayang-sayang penggunaannya. 🙂
Seperti hal lainnya di dunia medis, antibiotika pun ada masalah keamanan yang harus diperhatikan. Jika salah penggunaan bisa menyebabkan kerusakan hati dan ginjal, menetralisasi pil KB, reaksi anafilaksis, gangguan hati pada wanita hamil, kerusakan tulang rawan dan bisa menyebabkan resistensi antibiotik yang menyebabkan adanya super bug (super bakteri yang gak bisa dikalahin lagi sama antibiotika) 🙁 . Karena itu, antibiotika sesungguhnya sangat berguna tapi akan jadi berbahaya jika digunakan tidak sesuai dengan indikasinya. Jika penggunaan antibiotika dilakukan terus-terusan tanpa indikasi yang tepat, hal inilah yang akan menyebabkan resistensi antibiotika dan penurunan daya tahan tubuh.
Nah resistensi antibiotika ini yang jujur, berbahaya buat komunitas kita. Kenapa? Ya karena bakteri yang resisten ini. Dalam urusan ini udah gak berlaku lagi deh kata-kata “bagiku anakku bagiku anakmu”. Soalnya gini. Misalnya ada anak A. A ini terbiasa diberikan AB tidak sesuai dosis dan menyebabkan munculnya bakteri yang resisten. Kemudian A main sama B di sekolahnya. Dan B pun tertular bakteri yang resisten ini karena main sama A. Padahal B tidak pernah sakit serius, sekalinya sakit kena bakteri yang resisten yang akan susah disembuhkan dengan AB tingkat biasa. Harus langsung kena AB tingkat berat. Kalo kayak gini contohnya berarti bisa berimbas ke komunitas kan?
Beda urusannya sama ASI vs SUFOR atau MPASI vs Makanan Instant, dan vs vs yang lain. Kalau urusan ini “bagiku anakmu bisa berakibat ke anakku juga”. So yes, ini adalah masalah bersama. Untuk menghindari terbentuknya bakteri yang resisten. Penggalangan RUM ini ya harus bareng-bareng 🙂
Antibiotika sendiri kan ada juga tingkatannya. Dari yang paling ringan sampai yang paling berat. Yang paling berat atau antibiotika spektrum besar (profilaksis), biasanya digunakan pada saat operasi “besar”, penyakit jantung rheuma, pasien gangguan daya tahan tubuh (HIV, Kemo) dan ISK berulang akibat VUR. Kelirumonologi yang terjadi adalah jika menggunakan AB sekunder untuk mengobati common problems kayak pilek, batuk, diare dll. 🙁
Karena itu untuk pencegahan penyalahgunaan AB kita harus tau pasti diagnosis suatu penyakit apa. Nah diagnosis penyakit ini pun tricky, bahkan di Amerika sendiri sebagian besar kesalahan medis yang terjadi dikarenakan kesalahan diagnosis. Di Indonesia gimana? Well, secara gak ada survei soal ini di Indonesia (gak kayak di Amerika) jadi angka yang pasti kita gak tau. Namun melihat kebiasaan orang Indonesia sih aku pikir nilai ini bisa tinggi di Indonesia. Kenapa begitu?
Mari kita lihat alasannya. Kebanyakan orang Indonesia menilai bahwa dokter itu pintar banget sehingga omongan dari dokter sudah valid benar jadi kita terima saja apa vonisnya dan biasanya kebanyakan juga takut berkomunikasi dengan dokter. Terus kebanyakan orang Indonesia juga sudah tertanam persepsi kalau ke dokter itu harus dapat resep buat ditebus. Gak jarang loh orang keluar dari ruang dokter malah marah-marah dan bilang dokternya bego hanya karena gak dikasih obat -.-“. Terus biasanya orang Indonesia tidak bisa membedakan antara keluhan/gejala dan diagnosa. Keluhan dan gejala yang dialami saat sakit itu harus disimpulkan penyakitnya apa dan diagnosisnya apa. Bukan berarti 1 gejala diobati oleh 1 obat (not a pill for an ill).
Padahal dibutuhkan kerjasama pasien dan dokter loh agar menghindari kesalahan medis. Dokter pasti punya kemampuan diatas kita (iya dong sekolahnya lama bok), tapi ingat, dokter juga manusia. Dan manusia gak lepas dari kesalahan. Untuk itu kita juga dituntut jadi pasien yang smart untuk menghindari salah diagnosa ini. Pasien yang smart itu adalah pasien yang bisa dan mau berdiskusi dengan dokter. Sebagai pasien kita harus mau belajar, mengerti prosedur, mencari tahu lebih banyak dan mau bertanya. It’s your life so don’t be shy 🙂
Layanan kesehatan yang baik itu adalah layanan yang berorientasi pada keamanan para pasien. Dan juga layanan kesehatan yang profesional itu harus etis, kompeten dan transparan. Karena itu yang namanya second opinion itu ya boleh banget. Itu hak pasien bahkan. Jadi kalau ketemu dokter yang marah kalau kita mau second opinion ya berarti gak profesional. 🙂
Layanan kesehatan yang baik juga cost effective loh. Efisien bukan berarti ngirit loh karena cost disini mencakup luas termasuk intangible cost. Intangible cost disini termasuk rasa nyeri atau sakit pada saat mendapatkan layanan kesehatan, misalnya: disuntik dan diambil darah (ini penting buat yang cemen kayak saya 😛 ).
Kesimpulannya ya RUM itu adalah RATIONAL Use of Medicine. Yang berarti penggunaan obat yang TEPAT sesuai klinis (diagnosis), TEPAT jangka waktunya , TEPAT informasi dan TEPAT harga (lower cost)—>; ini berdasarkan definisi dari WHO ya termasuk yang bagian lower cost. Jadiii RUM itu bukan REFUSAL Use of Medicine loh ya. Kalau yang terakhir itu salah satu kelirumonologi juga loh. Nah biasanya lawannya IRUM (Irrational Use of Medicine) terjadi karena 3 hal yaitu Irrational Prescriber (dari sisi dokternya), Irrational Consumer (dari sisi kitanya) dan Aggresive Promotion (dari perusahaan2 farmasi yang getol promosi soal obatnya)
Salah satu masalah terjadi IRUM karena ekspektasi biasanya tidak realistis. Misalnya: konsumen minta obat cespleng, minta a pill for an ill dan banyak lagi. Untuk itu ada 3 hal yang harus ditanyakan oleh kita ke dokter agar menghindari terjadinya IRUM:
- Apa diagnosis penyakitnya?
- Apa yang harus dilakukan dan kenapa? (tata laksananya bagaimana)
- Kapan harus cemas? (tanda gawat darurat)
Kalau diberi obat pun kita tanyakan pula apakah benar-benar butuh obat? Berapa jumlah obatnya? Apa saja obatnya? Dan tanya efek samping obat tersebut?
Jadi kurang lebih sekian sharing nya ya. Semoga bisa sama-sama belajar ya. Biarlah kita jadi generasi yang salah kaprah. Tapi tentu buat anak kita, kita harus berikan yang kehidupan yang lebih baik daripada yang kita punya right?
asslm.. bener banget bundaaa.. infonya bagusss ijin copy link yaaaa
[Reply]
Mrs.Karimuddin Reply:
June 11th, 2012 at 9:19 am
Siaap.. Silahkan saja 🙂
[Reply]
ini dia resume yang gw tunggu (eh resume macem kuliah ya neik).
moga moga sesi selanjutnya gw ga ada halangan yang “byeeeegh”.
[Reply]
Mrs.Karimuddin Reply:
June 11th, 2012 at 9:20 am
Iyah gak dtg 2 kali berturut2 dibatalin kepesertaan cyiin.. Eh ini serius gw.. :p
[Reply]
Review yang bagus banget mb, izin copy link boleh ya mb?
[Reply]
Mrs.Karimuddin Reply:
June 11th, 2012 at 9:18 am
Boleh monggo 🙂
[Reply]
Anggi, thanks for sharing ya…berguna bgt gak hanya buat anak-anak tapi jg buat kita 🙂
[Reply]
Udah dua kali ke bidan waktu anak saya sakit yang sembuhnya lama dan selalu obat yang dikasih ditemenin pake antibiotik. Tapi saya dan suami gak pernah berani nolak antibiotik tersebut (dan tetap ngeluarin uang buat beli itu antibiotik walau ujung-ujungnya dibuka pun gak) 🙁
Btw, kedokteran + kebidanan kan ilmu eksak ya, tapi I wonder kenapa dalam hal ini masih ada yang beda-beda… *ngelus-ngelus dagu*
[Reply]
Mrs.Karimuddin Reply:
June 16th, 2012 at 6:24 am
Humm ya mgkn lain kali bisa ditanya lebih detil kenapa butuh AB. 🙂 Apa diagnosanya, dll seperti yg sudah saya jelaskan diatas.
Gak harus Bidan sih Dokter pun jg ada yg royal ngeresepin AB. Krn IRUM kan bisa terjadi ya dari dua sisi itu. Irrational prescriber atau irrational consumer.
[Reply]
jadi inget waktu anak saya mulutnya jamuran untuk kesekian kalinya sampe pernah mual2 muntah2 gak mau makan, akhirnya cari 2nd opinion, ternyata salah pilih dokter yg kedua ini, pas saya cerita riwayat anak saya dr awal ampe akhir lengkap ama tanggal2nya ehhh ini dokter pas saya lg tengah2 ceritain riwayat anak saya dipotong donk dengan muka judesnya minta mau periksa anak saya, trs sy bilang d kasih obat yg paiit banget buat mual2nya domperidone obatnya, eh dokternya pura2 gak tau, ternyata dia resepin obat dgn kandungan yg sama tp beda produsen dan merk, dia pake merk p***r*s… cape dehh ternyata itu oba buat mual2 dan untuk anak yg sedang di kemo -_-” akhirnya saya putuskan gak kan pernah balik lagi ama dokter itu, dan kembali ke DSA yg biasanya… walopun kadang ini DSA IRUM juga tp ya kitanya aja baca yg kudu tetep aware ya 🙂
[Reply]
Mrs.Karimuddin Reply:
June 19th, 2012 at 4:38 pm
obat buat kemo? Ya ampun banget. Iya bener, DSA IRUM sih ya ada aja. Yang penting kita kudu aware. Emang sih dari google gak langsung instant dapat ilmu apalagi dibandingin dokter yang kuliahnya belasan tahun. Tapi kan bisa jadi bahan diskusi kita juga kan ya 🙂
Again, it’s your life so don’t be shy 🙂
[Reply]
ya ampyuun mba..jlebb banget ini ke aku
kemarin ISK putraku kambuh lg, krn DSA yg dlu lg ga praktik, jd dialihkan ke DSA lain, gak RUM samsek mba, dlu cm dapet 3 macem obat (paracetamol, vometta-utk mual, dan AB), dari DSA yg sekarang dapet segambreng, paracetamol, AB, puyer, obat diare, jg multivitamin, penambah nafsu makan
padahal DSA nya lebih senior dari DSA yg biasa pegang anakku…
[Reply]
Mrs.Karimuddin Reply:
June 20th, 2012 at 6:21 am
DSA senior ga menjamin lebih bagus dari junior sih say apalagi kalau yg gak pernah update kekinian ilmunya. Ilmu medis gak berkembang terus. Aku juga punya pengalaman dengan dsa senior yg ga ngenakin. 🙁
GWS buat putranya ya. Mari kita belajar terus biar bisa diskusi enak dengan para dokter 🙂
[Reply]
assalamualaikum,kl boleh nambahin…misal mmg kita terpaksa mndapat antibiotik sebaiknya digunakan sampai habis dan jgn disisakan agar bakterinya benar2 mati. serta dlm mengkonsumsinya usahakan tepat waktu terus.. 🙂
[Reply]