Jadi Orang Baik

Abis selesai baca buku Wonders tentang Auggie Pullman. Awalnya beli buku itu buat Aghnan sebetulnya soalnya lagi menggalakkan more books less gadget rules. Berdasarkan review, bacaannya ringan bisa buat anak-anak elementary school, ya lumayan sebagai selingan selain Geronimo Stilton atau buku-bukunya Road Dahl.

Berhubung Aghnan masih sibuk baca si Geronimo, jadinya aku iseng baca bukunya si Wonders. Dari awalnya iseng kok langsung selesai dibaca dalam waktu satu hari. Bagus banget ya bukunya, bikin hati kita hangat dan sedikit menampar aku sebagai orang tua. Kenapa begitu? Nanti akan sampai kesana. Sebelumnya mau cerita tentang Wonders itu sendiri.

Continue reading

Bunda of Arabia

Dari dulu aku selalu mengkonotasikan tinggal di Arab Saudi itu dengan kata PANAS dan GERSANG. Belum lagi dengan batasan-batasan yang dihadapi oleh kaum perempuan disana. Dan berbagai macam kasus penyiksaan TKW disana 🙁 .Gak kebayang ada kehidupan “normal” dan “enak” disana, dan selalu berasumsi ke Arab ya buat naik haji atau umroh saja. Gak buat liburan apalagi buat tinggal dan hidup disana. Tapi semenjak baca buku Bunda of Arabia ini jadi tergugah pandangan aku tentang tinggal di Arab Saudi.

Buku ini dikarang oleh 9 ibu Indonesia yang ikut suaminya dan tinggal di Jeddah. Salah satu penulisnya pun pasti sudah dikenal atau pasti sudah pernah dengar karena pernah menulis tulisan inspiratif di The Urban Mama. Yup, Jihan Davincka yang juga pengusung blog Mama Sejagat. Di buku ini menceritakan pengalaman mereka tinggal disana. Dan pengalaman yang ditulis pun beragam. Dari mulai cerita wisata, memilih tempat tinggal, tips menggunakan transportasi umum, kehidupan orang-orang di Arab sampai tips berbelanja di Arab. Ditulis dengan gaya bahasa santai dan sehari-hari, membuat buku ini informatif banget dan enak banget dibacanya 🙂 . Sesungguhnya buku ini lumayan merubah mindset awal saya tentang Arab Saudi yang selama penuh dengan konotasi negatif. There is always two side of the coin right? Dan buku ini membuka pandangan aku tentang hal-hal positif yang ada di Arab Saudi. Dan beberapa hal positif ini cukup membuat aku iri. Kenapa?
Continue reading

Becoming Tiger Mom?

Akhirnyaa selesai juga baca buku nya Amy Chua yang Battle Hym of Tiger Mother. Buku ini bercerita tentang seorang chinese mother yang tinggal di Amerika dan cara dia membesarkan anak-anak mereka in chinese way. Stereotipikal parenting ala Amy Chua ini cukup familiar sama aku. Mungkin karena semakin baca buku ini aku kok merasa kayak melihat gambaran si mama ya di Amy Chua ini. 😆 Bukan karena si mama orang Chinese sih. Cuman kebetulan si mama sama Amy Chua sama-sama ber shio macan (baca: tiger mom). Walau gw akuin, caranya Amy way more extreme than my mom, but I guess they are in the same page. 😆

Tapi mungkin itulah yang membuat aku sangat menikmati membaca bukunya Amy Chua. Dan gak jarang sampai ketawa-ketawa ngakak guling-guling baca pengalamannya Amy Chua dalam mendidik anak-anaknya. Ketawa bukan karena lucu saja, sebagian besar karena geli melihat respon Amy Chua yang not ordinary sebagai seorang ibu, dan sebagian kecil kok kayanya mengingatkan aku sama si mama ya.. 😆

Kalau menurut aku chinese parenting ini yang kebanyakan dianut sama orang-orang tua kita ya. Tapi jaman makin berkembang dan sekarang lebih banyak yang menganut western parenting di Indonesia. Aku sendiri gimana? Bisa dikatakan aku mengiyakan beberapa prinsip dari Amy Chua ini, dan berniat akan mengaplikasikannya ke gaya parenting aku ke Aghnan. Lagipula Aghnando is a Tiger Kid looh. So I guess I need to become a little bit more like Tiger Mom. 😆

Anihoo, beberapa prinsip Amy Chua yang aku suka adalah:

  • Assume Strength, not fragility. Amy Chua mempunyai kepercayaan bahwa anaknya akan bisa melakukan lebih dari yang biasa saja. Dan itulah yang dia coba “push” dalam gaya parenting nya dia. Dia ingin anaknya mengejar target lebih dari yang standar (tidak sekedar puas dengan yang standar atau batas minimum kali ya). Dan dia percaya bahwa anaknya bisa mencapai itu. Aku senyum senyum baca bagian yang ini. Hal ini dikarenakan dulu waktu kecil aku suka protes kenapa sih si mama selalu pasang standar yang tinggi sama aku. Jawaban si mama adalah “karena mama yakin kamu bisa, jangan mau jadi orang yang biasa-biasa saja”. Dan somehow walau aku dulu sebel setengah mati sama si mama karena kesannya gak pernah puas sama achievement aku. Tapi itu membuat aku percaya diri untuk selalu mencapai sesuatu yang lebih tinggi lagi. 🙂
  • Give our children clear expectation and constantly challenged them. Untuk ini aku super sepakat sama Amy. Sama seperti hal nya kita kerja dan hidup lah. Anak-anak harus mengerti bahwa ada goals yang harus mereka kejar. Hal ini tentunya akan membuat anak itu untuk belajar hidup lebih terarah dan fokus. Dan tentunya harus selalu di challenge. Karena apa? Betul kata Amy Chua. Achievement does build confidence. Dan tentunya itu yang aku pengen bangun di pribadi Aghnan juga. Dia bisa yakin dan percaya sama kemampuan dirinya sendiri. Dan aku ingin menanamkan rasa percaya diri ke Aghnan bahwa jika dia punya mimpi/tujuan, jika dia bekerja keras untuk itu, pasti insyaAllah akan tercapai. Doktrin ini juga ditanamkan oleh orang tua saya. Dan aku bersyukur akan itu. Dan aku ingin Aghnan kelak jadi pribadi yang suka akan tantangan dan bukan jadi orang yang ciut dan menghindar seribu alasan jika bertemu tantangan. 🙂
  • Support our children all the way. Hebatnya Amy Chua, walaupun dia menuntut “kesempurnaan” dalam permainan piano dan biolanya Sophia dan Lulu. Dia pun mendukung latihan piano dan biola nya Sophia dan Lulu secara total. Dia selalu mendampingi waktu latihannya Sophia dan Lulu. Walau gaya nge”drill” nya dia over the top banget (bayangin aja, masa waktu liburan Sophia dan Lulu tetap disuruh latihan per 3 jam/hari -.-” ) tapi itu dia lakukan demi Sophia dan Lulu agar tetap jadi yang terbaik. Hal ini tentunya akan aku praktikan pada saat Aghnan sudah menunjukan minat pada suatu hal , walau kayaknya aku bakal ngejeblosin Aghnan buat main alat musik piano/biola/flute meskipun dia belum menunjukkan minat pada apa pun :lol:. Eitts, kan dicobain dulu, siapa tau dia suka 🙂 Yang jelas gw percaya jika otak kanan sering dirangsang sebanyak kita merangsang otak kiri anak kita, itu akan membuat dia hidupnya lebih seimbang. Yang jelas, aku mau lebih involve seperti Amy Chua dalam hal ini. Aghnan harus belajar musik dan offkors olahraga juga (masih belum decided apakah sepak bola atau basket 😆 )
  • Children need to be taught for responsibility. Yang ini plus satu milyar lah sama Amy Chua. Sedini mungkin aku harus mengajarkan Aghnan untuk bertanggung jawab akan segala perilakunya dia. Dan kayanya semenjak tantrum nya Aghnan sudah mulai unjuk gigi, hal ini sudah aku ajarkan. Pernah kapan dia heboh berontak dari gendongan mbak Tarni yang menyebabkan dia jadi kejedut pintu kulkas. Kalau di sinetron pasti ibunya langsung marah-marahin baby sitter nya (tentunya dengan efek mata mendelik dan suara melengking tinggi :lol:) . Aku ajak ngomong Aghnan baik-baik. Well I know dia baru 1 tahun. Tapi aku percaya dia pintar dan mengerti maksud aku. Aku kasih penjelasan kalau Aghnan kejeduk pintu kulkas karena berontak di gendong mbak Tarni. Dan itu bukan salah mbak Tarni yang sudah meminta Aghnan untuk tenang. Tapi karena Aghnan kurang nurut sama mbak Tarni.

Kurang lebih itu sih yang aku ingat. Bukunya ada di rumah, jadi nanti di rumah aku update lagi kalau ada yang kurang. Tapi tentu saja semua pengalamannya Amy Chua ini tidak aku praktekan mentah-mentah. BIG NO NO buat aku untuk mengatakan Aghnan itu sebagai “sampah” atau ucapan insulting lainnya seperti “bego, bodoh, malas” dll. Sudah belajar waktu kelas hypnoparenting kalau itu tidak akan membuat anak menjadi anak yang lebih baik. Itu akan menyakiti hati anak itu. Dan tentunya aku tidak mau menyakiti hati anak. Pola didikan yang tegas, disiplin dan strict tentunya akan aku terapkan. Tapi tentunya dengan limpahan kasih sayang yang banyak buat Aghnan. Agar Aghnan bisa menghormati ayah bunda nya tapi tetap bisa berbicara (baca: curhat) ke kedua orang tuanya.

Yang jelas adaptasi chinese parenting ini cukup efektif diterapkan jika diimbangi dengan dosis kasih sayang yang melimpah. Dan tentunya beberapa ground rules yang harus diterapkan agar tidak se ekstrim Amy Chua. Gw sendiri produk didikan dari seorang Tiger Mom. And I forever grateful for her parenting style. Walaupun tentunya tidak ada manusia yang sempurna yaw.

Hosh, mayan panjang juga postingannya. Buat yang masih penasaran, monggo dibaca buku ini ya. Gw waktu itu beli di Aksara. Harganya lupa berapa.

Next, giliran Ayah yang baca buku ini ya. Baru kita lanjut diskusi lagi.. 🙂

About Deceptively Delicious

Okay.. Gw janji ini postingan terakhir malam ini. Bistu harus bobo dan bangun pagi. Minggu lalu aku pergi ke Kinokuniya Plaza Senayan. Maksud hati ingin cari bukunya Annabel Karmel yang Top 100 Finger Foods eh kok malah nyangkut dan end up beli buku Deceptively Delicious ini. Pernah baca reviewnya di TUM sebelumnya. Cuman karena bacanya sekilas gak mudeng banget kerennya apa ini buku. Yang jelas feeling gw ini bukunya kayanya another must have.

Gw suka tampilan bukunya yang colourfull dan banyak ikon-ikon gambar petunjuknya. Dan yang jelas, tata bahasanya bikin kita enak bacanya walaupun dalam bahasa Inggris.

Pas mulai dibaca, baru ngeh kalau Jessica Seinfeld yang ngarang buku ini ternyata istri dari Jerry Seinfeld. Ternyata Jessica ini punya 3 orang anak dan memasak sendiri makanan untuk anak2nya. Kalau pengalamannya si Jessica, dia cukup kewalahan menghadapi anak pertama nya yang lumayan picky eater dan kurang suka sama sayuran. Jessica belajar bagaimana mensiasati agar anak dia bisa makan sayuran tanpa harus melewati masa-masa berantem sama dia. Dan di dalam buku inilah dia share segala tips and triknya.

Masuk ke bagian awal-awal bukunya bicara tentang bagaimana membuat berbagai macam puree. Peralatan yang dibutuhkan. Cara menyimpan dan membekukan Puree. Okay, I’m kinda lost pas di bagian ini. Gw mikirnya emang anak toddler masih makan puree. Terus berlanjut bicara tentang nutrisi yang dibutuhkan oleh anak-anak kita. Yang mengisi bagian ini adalah seorang nutritionist yang namanya Joy.

Nah pas masuk ke dalam resep-resepnya aku baruu ngeh. Jadi triknya si Jessica menghadapi anaknya yang kurang suka makan sayur adalah dengan menyisipkan sayuran ke dalam makanan favorit anak-anaknya adalah dengan menggunakan puree sayuran dan buah ke dalam resepnya. Wiii, this is simply genius. Anak jadi makan sayur dan buah setiap hari tanpa mereka tau kalau mereka makan sayur dan buah.  Ini diberlakukan oleh Jessica buat breakfast, main course even dessert.

Keren banget gak sih. Kebayang gak, kayak misalnya bikin French Toast tapi dalam adonannya French Toast dimasukin Puree Butternut Squash. Terus bikin Burger yang adonan burgernya dimasukin puree wortel. Atau bikin Chocolate Cupcakes yang didalamnya disisipin puree Alpukat dan Kembang Kol. Anak akan senang dengan masakan kita dan kita pun tenang bahwa nutrisi yang dibutuhkan si anak tercukupi  dan seimbang.

Sebetulnya buku ini sih belum gw butuhin buat sekarang. Yaa secara Aghnan masih baru aja mau mulai MPASI 😆  . Tapi beberapa resepnya kayanya bisa dibuat menjadi finger foodsnya Aghnan. Efektif mungkin terpakai semua resepnya kalau Aghnan sudah makan solid food full ya. Tapi yang jelas, sedikit lega kalau segambreng peralatan untuk membuat puree yang sekarang gw beli ternyata bisa berumur lebih panjang lagi. Hihihihihi… 🙂

Oh ya, pas google di Internet, ternyata Jessica Oktober besok akan mengeluarkan lanjutan dari Deceptively Delicious ini. Judulnya Double Delicious. Ah gak sabar pengen baca dan lihat deh. Semoga masuk ke Indo nya cepet yaa. 🙂