TUM Luncheon : Underwear Rule


Udah lama banget gak ikutan acara-acara macam begini terutama yang diadain sama The Urban Mama. Waktu itu pernah diajakin salah satu acaranya TUM cuman akunya gak bisa karena harus nemenin mertua,  begitu available dan topiknya pun masih related dengan kejadian yang “hot” akhir-akhir ini langsung deh sign up. Jujur, tujuan utamanya sih pengen ketemuan sama temen-temen TUM. Tapi ternyata isi acaranya sangat amat bermanfaat dan dengan pendongeng anak terkenal kak Resha. :). Acaranya sendiri diselenggarakan di Pipiltin Cocoa dan selama presentasi kita disajikan coklat-coklat khas nya Pipiltin. Yumm. 🙂

Awalnya aku gak mudeng apa hubungannya pendongeng anak dengan underwear rule. Ternyata sangat amat related. Underwear rule sendiri kalau baca di website nya pun lengkap ya informasinya. Cuman pertanyaan sejuta emak adalah, gimana ya cara menyampaikan ke anak tentang underwear rule ini agar tepat sasaran. Sesungguhnya gak cuman tentang underwear rule aja sih, semua hal-hal yang ingin kita sampaikan ke anak pun kadang bingung bagaimana ya menyampaikannya agar anak dapat mengerti. Untuk hal yang sepele aja, kadang suka bingung, apalagi urusan hal yang sensitif seperti underwear rule ini.

Continue reading

Tantangan Mendidik Anak di Era Digital

Ini sebenarnya post utang, soalnya acaranya emang sudah seminggu yang lalu. Jadi ceritanya Sabtu yang lalu saya ikutan acara Tantangan Mendidik Anak di Era Digital yang diadakan oleh Supermoms Indonesia dengan pembicara utama Ibu Elly Risman. Banyak saya lihat muka-muka familiar di sana dan Supermoms Indonesia dan Mommies Daily kalau tidak salah sudah melakukan live tweeting untuk acara tersebut. Jadi yang tersisa sekarang adalah poin-poin penting yang ingin saya bahas dan analisis sebagai seorang orang tua yang terus-menerus belajar ilmu parenting.

Pertama saya setuju dengan Ibu Elly bahwa Tantangan Mendidik Anak di Era Digital jauh berbeda dengan jaman kita masih kecil dulu. Waktu kita kecil, waktu bermain dua jam mungkin biasa melakukan permainan bersama teman di lapangan dekat rumah, bermain sepeda atau ya paling “parah” ya main Nintendo di rumah. “Kekerasan” yang mewarnai games itu (baik game yang berantem maupun perang-perangan) SAMA SEKALI tidak membuat saya jadi berpikir aneh-aneh, entah itu ingin meniru atau melawan orang tua. Ini bukan berarti malas ya soalnya toh dengan bermain gak pernah tuh kena marah sama guru karena tidak mengerjakan PR.

Jaman sekarang, mendidik anak Generasi Z (atau mungkin generasi berikutnya yang entah apa namanya) bagi kita yang kebanyakan merupakan Generasi Y pasti tidak jauh dari kegiatan yang berhubungan dengan Internet. Lapangan bermain semakin sedikit, playground kebanyakan cuma ada di mall, ketersediaan konektivitas di mana-mana membuat kita cenderung memberikan solusi mudah bagi anak kita. Well, perangkat tablet merupakan salah satu tersangka utamanya. Malas menghadapi anak yang rewel dan banyak tanya, akhirnya mereka kita sumpal dengan perangkat yang terkoneksi dengan Internet.

Continue reading

Bahasa Kasih

Memang betul kata orang, punya anak capek fisiknya itu biasanya yang ditahun-tahun pertama nya saja. Namun semakin anak beranjak besar yang biasanya bikin capek itu ya capek hati. Eh ini konotasinya bukan berarti capek hati ngadepin anak nakal. Cuman capek hati lebih ke betapa kita akan selalu mikirin kondisi anak 24/7. Dia mikirin apa, pendapat dia tentang kita, dia lagi hobi apa, teman-temannya baik apa tidak dan lain sebagain. Aku yakin semakin Aghnan beranjak besar list nya itu akan semakin banyak di aku. Tapi aku gak ngeluh ya, ini adalah tantangannya punya anak. Yang bilang jadi orang tua itu gampang, maaf ya, buat aku mungkin loe gak merasakan betapa besar tanggung jawab yang loe hadapin. Dan gak sekedar tanggung jawab duniawi aja. Dunia akhirat cuy.. Cuman berharap kalau amanah besar ini betul-betul bisa aku jaga dan didik sehingga bisa jadi orang yang baik hidup di dunia ini.
Continue reading

Becoming Tiger Mom?

Akhirnyaa selesai juga baca buku nya Amy Chua yang Battle Hym of Tiger Mother. Buku ini bercerita tentang seorang chinese mother yang tinggal di Amerika dan cara dia membesarkan anak-anak mereka in chinese way. Stereotipikal parenting ala Amy Chua ini cukup familiar sama aku. Mungkin karena semakin baca buku ini aku kok merasa kayak melihat gambaran si mama ya di Amy Chua ini. 😆 Bukan karena si mama orang Chinese sih. Cuman kebetulan si mama sama Amy Chua sama-sama ber shio macan (baca: tiger mom). Walau gw akuin, caranya Amy way more extreme than my mom, but I guess they are in the same page. 😆

Tapi mungkin itulah yang membuat aku sangat menikmati membaca bukunya Amy Chua. Dan gak jarang sampai ketawa-ketawa ngakak guling-guling baca pengalamannya Amy Chua dalam mendidik anak-anaknya. Ketawa bukan karena lucu saja, sebagian besar karena geli melihat respon Amy Chua yang not ordinary sebagai seorang ibu, dan sebagian kecil kok kayanya mengingatkan aku sama si mama ya.. 😆

Kalau menurut aku chinese parenting ini yang kebanyakan dianut sama orang-orang tua kita ya. Tapi jaman makin berkembang dan sekarang lebih banyak yang menganut western parenting di Indonesia. Aku sendiri gimana? Bisa dikatakan aku mengiyakan beberapa prinsip dari Amy Chua ini, dan berniat akan mengaplikasikannya ke gaya parenting aku ke Aghnan. Lagipula Aghnando is a Tiger Kid looh. So I guess I need to become a little bit more like Tiger Mom. 😆

Anihoo, beberapa prinsip Amy Chua yang aku suka adalah:

  • Assume Strength, not fragility. Amy Chua mempunyai kepercayaan bahwa anaknya akan bisa melakukan lebih dari yang biasa saja. Dan itulah yang dia coba “push” dalam gaya parenting nya dia. Dia ingin anaknya mengejar target lebih dari yang standar (tidak sekedar puas dengan yang standar atau batas minimum kali ya). Dan dia percaya bahwa anaknya bisa mencapai itu. Aku senyum senyum baca bagian yang ini. Hal ini dikarenakan dulu waktu kecil aku suka protes kenapa sih si mama selalu pasang standar yang tinggi sama aku. Jawaban si mama adalah “karena mama yakin kamu bisa, jangan mau jadi orang yang biasa-biasa saja”. Dan somehow walau aku dulu sebel setengah mati sama si mama karena kesannya gak pernah puas sama achievement aku. Tapi itu membuat aku percaya diri untuk selalu mencapai sesuatu yang lebih tinggi lagi. 🙂
  • Give our children clear expectation and constantly challenged them. Untuk ini aku super sepakat sama Amy. Sama seperti hal nya kita kerja dan hidup lah. Anak-anak harus mengerti bahwa ada goals yang harus mereka kejar. Hal ini tentunya akan membuat anak itu untuk belajar hidup lebih terarah dan fokus. Dan tentunya harus selalu di challenge. Karena apa? Betul kata Amy Chua. Achievement does build confidence. Dan tentunya itu yang aku pengen bangun di pribadi Aghnan juga. Dia bisa yakin dan percaya sama kemampuan dirinya sendiri. Dan aku ingin menanamkan rasa percaya diri ke Aghnan bahwa jika dia punya mimpi/tujuan, jika dia bekerja keras untuk itu, pasti insyaAllah akan tercapai. Doktrin ini juga ditanamkan oleh orang tua saya. Dan aku bersyukur akan itu. Dan aku ingin Aghnan kelak jadi pribadi yang suka akan tantangan dan bukan jadi orang yang ciut dan menghindar seribu alasan jika bertemu tantangan. 🙂
  • Support our children all the way. Hebatnya Amy Chua, walaupun dia menuntut “kesempurnaan” dalam permainan piano dan biolanya Sophia dan Lulu. Dia pun mendukung latihan piano dan biola nya Sophia dan Lulu secara total. Dia selalu mendampingi waktu latihannya Sophia dan Lulu. Walau gaya nge”drill” nya dia over the top banget (bayangin aja, masa waktu liburan Sophia dan Lulu tetap disuruh latihan per 3 jam/hari -.-” ) tapi itu dia lakukan demi Sophia dan Lulu agar tetap jadi yang terbaik. Hal ini tentunya akan aku praktikan pada saat Aghnan sudah menunjukan minat pada suatu hal , walau kayaknya aku bakal ngejeblosin Aghnan buat main alat musik piano/biola/flute meskipun dia belum menunjukkan minat pada apa pun :lol:. Eitts, kan dicobain dulu, siapa tau dia suka 🙂 Yang jelas gw percaya jika otak kanan sering dirangsang sebanyak kita merangsang otak kiri anak kita, itu akan membuat dia hidupnya lebih seimbang. Yang jelas, aku mau lebih involve seperti Amy Chua dalam hal ini. Aghnan harus belajar musik dan offkors olahraga juga (masih belum decided apakah sepak bola atau basket 😆 )
  • Children need to be taught for responsibility. Yang ini plus satu milyar lah sama Amy Chua. Sedini mungkin aku harus mengajarkan Aghnan untuk bertanggung jawab akan segala perilakunya dia. Dan kayanya semenjak tantrum nya Aghnan sudah mulai unjuk gigi, hal ini sudah aku ajarkan. Pernah kapan dia heboh berontak dari gendongan mbak Tarni yang menyebabkan dia jadi kejedut pintu kulkas. Kalau di sinetron pasti ibunya langsung marah-marahin baby sitter nya (tentunya dengan efek mata mendelik dan suara melengking tinggi :lol:) . Aku ajak ngomong Aghnan baik-baik. Well I know dia baru 1 tahun. Tapi aku percaya dia pintar dan mengerti maksud aku. Aku kasih penjelasan kalau Aghnan kejeduk pintu kulkas karena berontak di gendong mbak Tarni. Dan itu bukan salah mbak Tarni yang sudah meminta Aghnan untuk tenang. Tapi karena Aghnan kurang nurut sama mbak Tarni.

Kurang lebih itu sih yang aku ingat. Bukunya ada di rumah, jadi nanti di rumah aku update lagi kalau ada yang kurang. Tapi tentu saja semua pengalamannya Amy Chua ini tidak aku praktekan mentah-mentah. BIG NO NO buat aku untuk mengatakan Aghnan itu sebagai “sampah” atau ucapan insulting lainnya seperti “bego, bodoh, malas” dll. Sudah belajar waktu kelas hypnoparenting kalau itu tidak akan membuat anak menjadi anak yang lebih baik. Itu akan menyakiti hati anak itu. Dan tentunya aku tidak mau menyakiti hati anak. Pola didikan yang tegas, disiplin dan strict tentunya akan aku terapkan. Tapi tentunya dengan limpahan kasih sayang yang banyak buat Aghnan. Agar Aghnan bisa menghormati ayah bunda nya tapi tetap bisa berbicara (baca: curhat) ke kedua orang tuanya.

Yang jelas adaptasi chinese parenting ini cukup efektif diterapkan jika diimbangi dengan dosis kasih sayang yang melimpah. Dan tentunya beberapa ground rules yang harus diterapkan agar tidak se ekstrim Amy Chua. Gw sendiri produk didikan dari seorang Tiger Mom. And I forever grateful for her parenting style. Walaupun tentunya tidak ada manusia yang sempurna yaw.

Hosh, mayan panjang juga postingannya. Buat yang masih penasaran, monggo dibaca buku ini ya. Gw waktu itu beli di Aksara. Harganya lupa berapa.

Next, giliran Ayah yang baca buku ini ya. Baru kita lanjut diskusi lagi.. 🙂

Best of 2010

We guess the picture above tells everything. Yes my dear baby boy. You are our greatest gift that Allah has ever given.. You make this 2010 very special to us. Since you were born on 1 April 2010, you’ve changed our live. We love you to our bones and literally would die for you. You’ve given us joy beyond words could describe.

Even though your relationship with mommy in the beginning is not as smooth as we imagined, we must struggle in your early phase on breastfeeding, but we finally got through this together. And mommy can breastfeeding you exclusively. Alhamdulillah..

My dear baby boy. We understand that we far from being a perfect parent for you. We may not always know what you really want, but we try to give you the best on everything. Hopefully in 2011 (and so on), we can be the better parent for you and as one family we can embrace happiness even more than ever.

Just stay cute and happy! ^___^

Gazillion kisses from Mommy and Daddy :-*