Cerita Mencontreng (Part 2)

Saya pertama kali mengikuti pemilihan umum di tahun 1999. Suatu hal yang kebetulan karena sebenarnya pemilu sudah dilaksanakan 2 tahun sebelumnya. Tapi karena Pak Harto lenger dan pemerintahan yang baru butuh legitimasi rakyat, jadilah pemilu pertama yang selangnya paling singkat. Untungnya, walau belum punya KTP saat pemilu berlangsung, saya bisa ikut mendaftar (secara manual).

Pemilu yang dilaksanakan di bulan Mei memungkinkan saya untuk ikutan pemilu karena sudah berumur (pas) 17 tahun. Bisa jadi jarang lho teman sebaya yang bisa ikutan pemilu 1999 sebagai pemilih pemula. Hasilnya tentu semua di sini sudah tahu semua. Saya memilih partai yang di luar mainstream. Yang ternyata partai tersebut masih bertahan, meski waktu itu namanya tidak menggunakan 3 kata seperti sekarang.

Di tahun 2004, apa daya, saya tidak bisa ikutan menyoblos (belum mencontreng seperti sekarang). Kos di Depok ternyata memberikan kesulitan tersendiri untuk memiliki surat memilih. Apalagi saya juga males untuk daftar sendiri ke Kelurahan, jadilah saya tidak ikutan semua rangkaian pemilu 2004.

Pemilu 2009 ini hampir menyajikan cerita yang sama. Selama di rumah lama (di Rawamangun), saya tak pernah merasa didatangi petugas dari Kelurahan untuk pendataan. Saya sendiri sudah pasrah kalaupun ternyata saya tidak lagi terdaftar, apalagi sekarang sudah tinggal bersama istri. Ternyata, adik saya di pagi hari pemilu mengabarkan bahwa setiap rumah dikirimi surat pemilihan satu-satu, dan saya pun terdaftar! Akhirnya kelingking kiri saya bisa menjadi saksi pencontrengan dengan kertas suara yang ribet bener membuka dan melipatnya.

Saya pun memilih partai yang tidak berubah sejak tahun 1999. Sayangnya di perhitungan sementara ini, perolehan suaranya tidak jauh berbeda, padahal saya pikir dia sudah didukung oleh lebih banyak orang tahun ini…