Peuseujuk, Upacara Syukuran ala Aceh

Nama saya ada Teuku-nya. Orang pertama kali mendengar, melihat, atau membaca pasti langsung menduga bahwa saya adalah orang Aceh, atau setidaknya ada darah Acehnya. Memang benar, secara garis keturunan Ayah, (alm) Kakek saya ke atas adalah orang Aceh. Sayangnya, the worst part adalah ayah tidak pernah diperkenalkan dengan budaya Aceh. Hal itu tentu saja terwariskan ke saya yang punya nama Teuku, tapi belum pernah ke Aceh dan tentu saja tidak bisa berbahasa Aceh. Saya lebih mengerti bahasa Jawa karena selain ibu saya dari Jawa Tengah, saya menghabiskan masa sekolah saya di Malang, Jawa Timur, di mana Bahasa Daerah (Jawa) adalah bahasa ajaran di SD dan SMP.

Setelah “kembali” ke Jakarta, keluarga kembali menjalin silaturahmi dengan keluarga Aceh, terutama dengan adik-adik (alm) Kakek. Oleh karena itu tidak heran saat saya akan melangsungkan pernikahan, keluarga besar Aceh ingin mengadakan peuseujuk untuk saya. Peuseujuk sendiri arti harafiahnya saya tidak begitu tahu (sudah googling, katanya sih artinya “tepung tawar/tawari”), sementara maksudnya adalah serupa seperti syukuran atau ruwatan. Peuseujuk sendiri diadakan untuk segala acara; Kenaikan pangkat, selamat dari tsunami, keluarga dapat musibah, semuanya. Bahkan saat menyambut Hasan Tiro, pemimpin GAM yang kembali dari Helsinki pun masyarakat Aceh mengadakan peuseujuk terhadapnya.

Continue reading

Prosesi Tumplak Punjen dan Doorprize :P

Karena aku anak cewek satu-satunya, jadi pernikahan aku nanti istilahnya papa mama ku itu mantu yang pertama dan terakhir. Karena mantu yang pertama maka nanti akan ada prosesi Bubak Kawah dan karena mantu yang terakhir maka nanti akan ada prosesi Tumplak Punjen. Aku mau cerita yang Tumplak Punjen dulu yaa..

Upacara Tumplak Punjen dilakukan dengan menumpahkan punjen (pundi-pundi) yang berisi peralatan tumpak punjen. Ritualnya diawali dengan dialog antara anak kepada orang tua. Yaitu seperti ini.

Continue reading