Menemani Istri Belanja

Suatu kisah klasik. Sudah kodratnya (mungkin) bahwa wanita (istri) itu dilahirkan untuk “senang” berbelanja. Kita-kita para suami biasanya dihadapkan di pilihan yang sulit. Pilihan pertama adalah menemani istri berbelanja, ke manapun melangkah. Kita harus dengan senang hati menemani pasangan pergi ke toko A, B, ataupun C untuk berikutnya kembali ke toko A karena toko A ternyata memberikan pilihan barang yang lebih dan harga yang lebih bersaing. Suami yang memilih pilihan ini biasa selalu peduli dengan apapun yang dipilih oleh pasangannya, karena berbelanja dianggap suatu bagian dari suatu hubungan yang harmonis.

Pilihan kedua adalah mencari kesibukan lain, misalnya melihat-lihat barang kesukaan, pokoknya tidak ikut-ikutan sama sekali. Para suami yang memilih pilihan ini akan mencari tempat favorit untuk menghabiskan waktu, seperti Ace Hardware ataupun toko gadget. Suami yang memilih opsi ini cenderung tidak peduli dengan barang apapun yang dibeli oleh pasangan, tentunya asalkan sesuai budget. Saya pribadi selalu memilih pilihan yang pertama.

shopping

Mungkin sudah dari sananya saya terbiasa menemani wanita berbelanja. Sejak kecil, saya selalu diajak menemani nyokap muter-muter sekeliling supermarket, seminggu bisa beberapa kali. Kebiasaan ini ternyata berakar hingga sekarang. Saya betah-betah saja menemani mantan pacar (bener dunk, kan sudah jadi istri) untuk muter-muter ngalor ngidul mencari barang-barang idaman. Saya senang saja memberikan saran-saran, mana yang bagus/cocok untuk istri, meski pastinya bukan dari kacamata pakar fashion.

Seringkali saya dapati para pria yang dengan muka bete menunggu pasangannya berbelanja. Saya pribadi dapat mengerti perasaan mereka. For them, doing such thing is kinda like wasting plenty ofย  “useful time”. Pria biasanya sebelum berbelanja sudah tahu apa yang mereka inginkan. Misalnya mo beli kemeja kantor. Pria sudah tahu mo datang ke toko mana dan warna apa yang ingin dibeli. Fungsionalitas selalu menjadi prioritas.

Wanita, di lain pihak, biasanya memilih barang berdasarkan kesukaan hati. Mereka memilih baju Zara berdasarkan warna, aksesoris, rimpel, atau apapun yang appealing di hati. Dan itu biasanya tidak pernah direncanakan sebelumnya.

Saya rasa menemani istri berbelanja adalah bagian dari berterimakasihnya seorang suami terhadap “pelayanan” istri di rumah. Istri (istriku tentunya seperti ini) sudah bersusah payah bangun pagi-pagi dan berjibaku di dapur untuk menyiapkan bekal makan siang, dalam jangka waktu yang sebenarnya tidak terlalu banyak. They are willing to spend their precious time for us, why can’t we give something in return?

Percayalah bapak-bapak sekalian, jikalau Anda meluangkan waktu “sedikit” saja untuk menemani pasangan kita, pasti gak ada ruginya deh. Bukankah mereka berdandan cantik-cantik untuk menyenangkan hati kita-kita juga? Pastinya jangan lupa mengerem mereka jika sudah keluar dari budget yang ditentukan ya ๐Ÿ˜€

[Foto ilustrasi oleh Glenn Buchanan]

Tampilan mobile

Untuk mengakomodasi pengaksesan dari ponsel yang semakin tinggi, saya berinisiatif memasang plugin WordPress Mobile Edition supaya tampilan blog ini jika diakses dari ponsel (apapun itu) akan lebih simpel dan lebih seidkit yang di-load (terutama bagi yang “peduli” masalah bandwidth mahal).

Jadi for now, jikalau mengakses blog ini dari browser ponsel kesayangan, bisa BlackBerry, iPhone, Nokia, Sony Ericsson, apapun, tampilannya mostly hanya akan berisi tulisan dan gambar. Semoga pemasangan plugin ini bisa menarik lebih banyak lagi pembaca the.karimuddin.com untuk sering-sering akses blog ini dari ponsel ๐Ÿ˜›

Oh ya, jika ada saran ataupun kritik mengenai tampilan mobile blog ini (atau misalnya ada bug sekalipun), silakan komentar di post ini ya.. Tengkyuuu.. ๐Ÿ˜‰

Disclaimer: Mobile themes ini hanya bekerja untuk platform WordPress self-hosting. Untuk platform yang lain silakan search dulu. Tidak bisa digunakan untuk WordPress.com free hosting (kecuali sudah diimplementasikan oleh pengembangnya). Tampilan blog versi mobile cenderung gelap karena so far hanya themes itu yang dibuat oleh sang developer untuk tampilannya. Jadi jangan terlalu berharap kita bisa bikin warnanya jadi seperti versi aslinya ya ๐Ÿ˜€

[thumbnail image]

Cerita membuat SIM

Ini cerita yang seharusnya tidak berulang 5 tahun lagi ๐Ÿ˜› Jadi kan sebelumnya saya berdomisili di Malang sampai lulus SMA. Praktis KTP dan SIM awal pembuatannya di sana terus. Hal ini terus berlanjut saat saya mulai kuliah di Jakarta/Depok. Karena ngekos di Depok juga, akhirnya perpanjangan KTP dan SIM tetap berdasarkan tempat tinggal lama saya di Malang. Nah, lulus kuliah dan mulai bekerja, saya mulai settle tinggal di rumah Jakarta. Pikir punya pikir, akhirnya saya pindahkan identitas resmi, dimulai dari KTP, di Jakarta.

Hal berikutnya yang (harus) saya pindahkan adalah SIM. Kebetulan SIM Malang ini juga sudah hampir habis, jadi ya nothing to loose lah kalo harus bikin baru di Jakarta. Setelah ambil cuti, berangkatlah saya dengan supir setelah mengantarkan istri tercinta ke kantor. Kesan pertama, jauh juga ya tempatnya di Daan Mogot. Ya emang jaranglah ya main-main ke daerah sana, praktis ini merupakan daerah terjauh yang pernah saya kunjungi di area Jakarta Barat (uhm, Karawaci dan BSD udah bukan Jakarta Barat lagi kan?).

Masuk ke area parkiran tempat pembuatan SIM, saya sudah “dihadang” oleh polisi yang menunggui di depan. Saya disuruh melakukan tes kesehatan dulu. Berbekal KTP asli dan uang IDR 15 ribu, jadilah saya diisikan formulir untuk ikut tes kesehatan. Apakah itu tes kesehatan? Ternyata semacam tes membaca, kayak di dokter mata. Kita disuruh membaca sejumlah huruf/angka–besar dan kecil–yang ada di dinding. Sayangnya, tesnya kayak gak niat gitu. Baru baca 1-2 huruf udah selesai! Operatornya mungkin gak peduli juga kita ngomong huruf yang benar atau salah. Tes syarat yang aneh!

Berikutnya saya kembali lagi ke gedung utama. Dihadang lagi ama polisi yang tadi. Dia “menyarankan” saya untuk bertemu dengan seseorang yang ada di resepsionis biar “mudah”. Ternyata yang jadi “calo” pun orang dalam juga. Memang kayaknya udah gak ada lagi orang berpakaian preman yang mondar-mandir di dalam. Setelah bertemu, saya tanya soal “jalan biasa” dan “jalan mudah”. Well, dia bilang sih jalan biasa itu bayar formulirnya IDR 60 ribu, terus tes tulis dan tes praktek, entah makan waktu berapa lama itu. Sementara untuk jalan mudah, dia bilang 1 jam selesai, tinggal foto. Cuma biayanya emang lebih mahal, dia menyebutkan angka IDR 320 ribu, karena alasan dia harus cabut dulu berkas di kepolisian Jawa Timur. I don’t buy it actually.

Ya dasar lagi males repot, akhirnya saya coba “jalan mudah” ini. Ikutlah saya dengan bapak ini. Untungnya orangnya cukup ramah, jadi gak bikin males. Ternyata kita langsung ke tempat foto (ini jalannya lumayan juga jauhnya untuk ukuran dalam kantor). Verifikasi data dikit, terus langsung deh dijepret. Lima menit kemudian saya sudah bisa ambil kartunya di loket, ini masih bayar lagi IDR 5 ribu, katanya untuk ongkos ganti tempat SIM (itu tuh yang bungkus plastik warna biru, kayak tempat kartu nama).

sim-dki

Jadi secara total 15 menit dan IDR 340 ribu yang dibutuhkan untuk mengurus sebuah SIM baru Jakarta dengan “jalan mudah”, yang belaku hingga 5 tahun ke depan. Tentunya waktu yang lebih lama (dan biaya yang lebih murah) jikalau membuatnya secara resmi. Di beberapa blog sih bilangnya setengah harian. Oh ya, saran saya lagi datanglah sebelum jam 9, karena tadi sih masih sepi banget. Gak kebayang tempat itu kalo udah rame dan sumpek dengan orang-orang yang mau ngurus SIM.

Untungnya kalo 5 tahun lagi mo perpanjang, tidak perlu lagi jauh-jauh ke Daan Mogot lagi. Cukup datangi pembuatan SIM keliling yang ada di kelima provinsi di DKI Jakarta. Untuk informasi tentang SIM keliling ini silakan SMS ke no 1717, milik Polda Metro Jaya. Layanan yang ini dijamin cepat dan bebas calo. Paling bingungnya, kan alamat saya masih pakai alamat rumah lama di Jakarta Timur. Kalau KTP sudah baru, di rumah sekarang di Jakarta Pusat, masa bikin SIM baru lagi??

[thumbnail image]

Cerita Mencontreng (Part 2)

Saya pertama kali mengikuti pemilihan umum di tahun 1999. Suatu hal yang kebetulan karena sebenarnya pemilu sudah dilaksanakan 2 tahun sebelumnya. Tapi karena Pak Harto lenger dan pemerintahan yang baru butuh legitimasi rakyat, jadilah pemilu pertama yang selangnya paling singkat. Untungnya, walau belum punya KTP saat pemilu berlangsung, saya bisa ikut mendaftar (secara manual).

Pemilu yang dilaksanakan di bulan Mei memungkinkan saya untuk ikutan pemilu karena sudah berumur (pas) 17 tahun. Bisa jadi jarang lho teman sebaya yang bisa ikutan pemilu 1999 sebagai pemilih pemula. Hasilnya tentu semua di sini sudah tahu semua. Saya memilih partai yang di luar mainstream. Yang ternyata partai tersebut masih bertahan, meski waktu itu namanya tidak menggunakan 3 kata seperti sekarang.

Di tahun 2004, apa daya, saya tidak bisa ikutan menyoblos (belum mencontreng seperti sekarang). Kos di Depok ternyata memberikan kesulitan tersendiri untuk memiliki surat memilih. Apalagi saya juga males untuk daftar sendiri ke Kelurahan, jadilah saya tidak ikutan semua rangkaian pemilu 2004.

Pemilu 2009 ini hampir menyajikan cerita yang sama. Selama di rumah lama (di Rawamangun), saya tak pernah merasa didatangi petugas dari Kelurahan untuk pendataan. Saya sendiri sudah pasrah kalaupun ternyata saya tidak lagi terdaftar, apalagi sekarang sudah tinggal bersama istri. Ternyata, adik saya di pagi hari pemilu mengabarkan bahwa setiap rumah dikirimi surat pemilihan satu-satu, dan saya pun terdaftar! Akhirnya kelingking kiri saya bisa menjadi saksi pencontrengan dengan kertas suara yang ribet bener membuka dan melipatnya.

Saya pun memilih partai yang tidak berubah sejak tahun 1999. Sayangnya di perhitungan sementara ini, perolehan suaranya tidak jauh berbeda, padahal saya pikir dia sudah didukung oleh lebih banyak orang tahun ini…

Membeli iPhone? Atur Dulu Perencanaannya..

Kita semua pasti tahu berita tentang peluncuran iPhone 3G di Indonesia melalui operator GSM terbesar, Telkomsel. Hampir satu tahun setelah peluncurannya di USA, iPhone 3G menyambangi Indonesia secara legal, di mana pembeli dapat menikmati jaminan garansi selama 1 tahun di Indonesia. Meskipun ditunggu oleh banyak pihak, kita tahu bahwa dana yang dibutuhkan untuk menebus device tersebut tidaklah sedikit.

Bagi newlyweds seperti kita-kita ini, diperlukan sedikit perencanaan untuk memastikan bahwa keuangan kita tidak akan “berdarah-darah” seandainya kita subscribe dengan salah satu paket iPhone tersebut. Buat saya pribadi, ada 2 hal yang harus disiapkan betul-betul supaya pembelian iPhone tidak membuat pemakainya mengalami kesulitan keuangan:

  1. Cek berapa besar dana nganggur di “magical shopping account”. Istilah magical shopping account diperkenalkan Ligwina Hananto–pengasuh Financial Clinic di Hard Rock FM–sebagai dana nganggur, duit yang bisa dihambur-hamburkan tanpa merasa bersalah mengambil jatah pos biaya bulanan. Biasanya magical shopping account digunakan sebagai pos pembelian barang yang bersifat sekunder ataupun tersier, misalnya belanja bulanan perempuan (tas, sepatu, baju, standarlah) atau belanja lain yang tidak bersifat urgent.
    Dana di magical shopping account akan bertindak sebagai DP bagi pembelian iPhone Anda. Kalo mencapai 9-11 juta, Anda tidak perlu ambil pusing untuk membayar secara cash, tapi seandainya kurang dari 2 juta misalnya, ada baiknya ditunggu dulu tambahan di beberapa bulan berikutnya.
  2. Berapa besar dana yang bisa disisihkan untuk biaya bulanan? Menurut aturan perencanaan keuangan yang baik dan benar, total cicilan semua hal seharusnya tidak lebih besar dibanding 30% total pendapatan keluarga. Jadi jika saat ini Anda sedang mencicil TV LCD 32 inch sebesar 600 ribu per bulan ataupun bahkan mencicil mobil sebesar 4 juta per bulan, total cicilan keseluruhan tetap tidak boleh lebih dari 30%.
    Anggaplah Anda tidak sedang mencicil apapun dan ingin menggunakan jatah cicilan ke paket Turbo Premium dengan cicilan 700 ribu per bulan, berarti setidaknya penghasilan total Anda dan istri sebaiknya lebih dari tiga kali lipat cicilan tersebut per bulannya

Dari dua checklist di atas tentunya para newlyweds sudah dapat mengukur kemampuan keluarga untuk membiayai pembelian gadget yang super-hype ini. Saran saya sih, jikalau gak butuh-butuh amat, atau setidaknya cuma butuh fungsi browsing dan gaming-nya untuk killing time, mending beli iPod Touch 2G yang lebih murah (dan dengan prosesor yang lebih powerful) deh ๐Ÿ˜€

[thumbnail image]